Pages

Subscribe:

Tuesday, January 7, 2014

REFLEKSI FILSAFAT NILAI DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN Oleh Rini DH



REFLEKSI  FILSAFAT NILAI DALAM LEMBAGA
PENDIDIKAN PESANTREN 




 

 

  Oleh  :  Rini  Dwi  Hastuti  ( 2013081011 )




JURUSAN  MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA        
                 Jl.  Kusumanegara 157 Telp. (0274) 562265, Fax. 547042 Yogyakarta
                                                Website : www.ustjogja.ac.id  E-mail: www.info@ustjogja.ac.id
 28 Desember 2013
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. wr.wb.
Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan banyak kenikmatan, berupa segala yang telah dirasakan dalam kehidupan ini. Satu diantaranya adalah pemberian ilmu dan kemampuan menuangkannya kedalam bentuk tulisan serta menjadikannya kedalam bentuk makalah yang berjudulRefleksi Filsafat Nilai dalam Lembaga Pendidikan Pesantren”.
 Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada beliau Nabi Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat-sahabatnya hingga kepada kita para pengikutnya. Allohumma Amien.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada guru kami Prof. Dr. Djohar, MS yang mana penulis banyak menimba ilmu dari padanya, dan sedikit membuka wacana akan bodohnya seorang penulis dan sangat luasnya ilmu alloh di muka bumi ini,  yang telah memperkenalkan  ilmu baru yaitu mata kuliah Filsafat Ilmu.
Makalah ini tentu saja jauh dari sempurna, karenanya penulis senantiasa mengharapkan masukan dan kritik dari pembaca. Meski disadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, namun penulis tetap berharap bahwa tulisan ini bisa bermanfaat. Amin.
Akhir kata, dengan tangan terbuka dan rasa tanggung jawab kami mengharapkan kritik, dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca yang budiman, yang kiranya dapat meningkatkan motivasi dalam belajar.
Wassalamu’alaikum.wr.wb.
                                                                                                    Bangeran, 20 Desember 2013
                                                                                                         Penulis



DAFTAR ISI
          HALAMAN JUDUL

          KATA PENGANTAR

BAB I. PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
B.           Rumusan Masalah
C.           Tujuan
BAB II. PEMBAHASAN
A.           Pengertian Pondok Pesantren
B.           Jenis Pesantren
C.           Etika
D.           Nilai dan Norma
E.            Norma sebagai perwujudan dari nilai
F.            Pendidikan di pondok pesantren
BAB III. PENUTUP
A.           Kesimpulan
B.           Saran
C.           Jawaban pertanyaan saat presentasi
DAFTAR PUSTAKA



BAB I. PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah Pendidikan 

Pesantren sebagai lembaga yang mengiringi dakhwah islamiyah di Indonesia memiliki persepsi yang plural. Pesantren bisa dipandang sebagi lembaga ritual, lembaga pembinaan moral, lembaga dakwah, dan yang paling populer adalah sebagi institusi pendidikan islam yang mengalami konjungtur dan romantika kehidupan dalam menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah eksis di tengah masyarakat selama enam abad ( mulai abad ke-15 hingga sekarang ) dan sejak  awal berdirinya menawarkan kepada mereka yang masih buta huruf. Pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik masyarakat pribumi yang memberikan kontribusi sangat besar dalam membentuk masyarakat melek huruf dan melek budaya.
Jalaluddin bahkan bahkan paling tidak pesantren telah memberikan dua macam konstribusi bagi sistem pendidikan di indonesia. Pertama, adalah melestarikan dan melanjutkan sistem pendidikan rakyat, dan kedua, mengubah sistem pendidikan aristokrasi menjadi sistem pendidikan demokratis. Pesantren tumbuh dari bawah, atas kehendak masyarakat yang terdiri atas : kiai, santri, dan masyarakat sekitar, terkadang perangkat desa.
Pada era akhir tahun 2013 dimana pemerintah selaku pelaksana kewenangan negara dalam mengatur dan merencanakan proses kegiatan pembelajaran untuk rakyatnya telah mengejutkan banyak pihak yang akhirnya diberlakukannya kurikulum 2013. Berawal dari asumsi kegagalan sistem pendidikan di Indonesia akhirnya perombakan kurikulum secara signifikan sebagai salah satu usaha menjawab tantangan zaman dimana kurikulum seharusnya terus berkembang sesuai perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakatnya.
Harapan dan idealisme pemerintah untuk pemerataan pendidikan bagi semua rakyatnya mulai terealisasi dengan program wajib belajar 9 tahun dan mulai akan bergulir pada wajib belajar 12 tahun, serta optimalisasai pendidikan kejuruan/vokasional dibandingkan pendidikan sekolah menengah umum.
Keadaan di masyarakat akan fakta mahalnya biaya pendidikan yang bermutu dan berkualitas seiring munculnya sekolah-sekolah khusus yang menawarkan segala kelebihan program dan fasilitas yang memadai menjadikan semakin dalamnya jurang pembeda antara si kaya dan si miskin.
 Globalisasi ekonomi dan teknologi yang semakin luas bahkan sudah masuk pada desa – desa terpencil sekalipun menjadikan kebutuhan dasar hidup masyarakat Indonesia semakin tinggi. Kebutuhan semakin banyak tapi lapangan pekerjaan yang tidak ada menjadikan tugas bapak selaku kepala keluarga menjadi sangat berat. Susahnya mencukupi kebutuhan dasar hidup telah memaksa peran serta seorang perempuan yang dalam lembaga masyarakat terkecil keluarga disebut istri / ibu agar turut berperan serta membantu pemenuhan kebutuhan hidup yaitu dengan bekerja.
Ibu sebagai guru pertama sejak adalam kandungan hingga dewasa sekarang perannya sudah mulai banyak tergantikan oleh baby sister atau pembantu. Karakter utama seorang ibu dan ayah dalam keluarga yang seharusnya menjadi contoh utama dan pertama oleh anak sekarang sudah hilang. Karena untuk mencukupi kebutuhan dasar hidup makan, pakaian dan papan diperlukan kerja keras yang sangat memakan waktu, sehingga seiring perkembangan zaman diperlukan sebuah lembaga pendidikan yang bisa membentuk sebuah kebiasaan baik dalam keseharian yang tanpa meniadakan peran orang tua dalam kesehariannya.
Hubungannya dengan pemberlakuan kurikulum 2013 yang pada intinya lebih menitikberatkan pada proses pembentukan karakter bangsa yang akhir-akhir ini dinilai sudah mulai luntur maka menurut penulis Lembaga Pendidikan Pesantren adalah salah satu penyelesaian yang dapat menjawab tantangan zaman dan telah terbukti teruji oleh perkembangan zaman. Dengan segala keunikan, kelebihan dan kekurangannya masing-masing Pondok Pesantren telah ikut membentuk sebuah pondasi moral dan etika yang baik yang dikenal di masyakarakat.
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis yang mulai menjalani kehidupan seorang santri di MTs Raudhatul Ulum Sakatiga Indaralaya OKI Sum-sel yang  merupakan pondok modern cabang dari Pondok Pesantren Gontor Ponorogo Ja-Tim, P.P. An-Nur Grukem Pendowoharjo Sewon Bantul, P.P Nurussalam Krapyak Yogyakarta dan P.P An-nadwah Kauman Bendungan Wates yang ketiga pondok ini merupakan pondok salaf.

B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan ini, penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dikaji lebih jauh. Adapun rumusan masalah tersebut adalah:
1.             Apa yang dimaksud Pondok Pesantren ?
2.             Apa yang dimaksud dengan Etika, Nilai dan Norma ?
3.             Bagaimanakah proses pendidikan di pondok pesantren  dalam mempertahankan etika, nilai dan moral dalam masyarakat Indonesia ?
C.     Tujuan
1.                  Untuk mengetahui apa yang dimaksud  Pondok Pesantren.
2.                  Untuk mengetahui pengertian Etika, Nilai dan Norma.
3.                  Untuk mengetahui bagaimana proses pendidikan di pondok pesantren dalam mempertahankan etika, nilai dan moral dalam masyarakat Indonesia.

BAB II. PEMBAHASAN
A.            Pengertian Pondok Pesantren
Istilah Pesantren biasa disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti, Suatu lembaga pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama ( komplek ) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.
Lembaga Research Islam ( pesantren leluhur ) mendefinisikan pesantren adalah “suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pemlajaran-pelajaran agama islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya”.
Menurut para ahli pesantren baru dapat disebut pesantren bila memenuhi lima syarat, yaitu :
1.       Kiai pesantren, mencakup ideal kiai untuk zaman kini dan nanti.
2.       Pondok, mencakup syarat-syarat fisik dan nonfisik, pembiayaan, tempat, penjagaan.
3.       Masjid, cakupannya sama dengan pondok
4.       Santri, meliputi masalah syarat, sifat dan tugas santri.
5.       Kitab kuning, mencakup kurikulum pesantren dalam arti luas.

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke mana-mana.
Kyai berkedudukan sebagai tokoh sentral dalam tata kehidupan pesantren, sekaligus sebagai pemimpin pesantren. Dalam kedudukan ini nilai kepesantrenannya banyak tergantung pada kepribadian Kyai sebagai suri teladan dan sekaligus pemegang kebijaksanaan mutlak dalam tata nilai pesantren. Peran kyai sangat besar sekali dalam bidang penanganan iman, bimbingan amaliyah, penyebaran dan pewarisan ilmu, pembinaan akhlak, pendidikan beramal, dan memimpin serta menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh santri dan masyarakat. Dan dalam hal pemikiran kyai lebih banyak berupa terbentuknya pola berpikir, sikap, jiwa, serta orientasi tertentu untuk memimpin sesuai dengan latar belakang kepribadian kyai.
Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Dalam menjalani kehidupan di pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendiri keperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang sama antara santri yang satu dengan lainnya. Santri diwajibkan menaati peraturan yang ditetapkan di dalam pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

B.            Jenis Pesantren
Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. Kemudian muncul istilah pesantren Salaf dan pesantren Modern, pesantren Salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan Pendidikan Agama sedangkan Pesantren Modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum atau Kurikulum.

1.                   Pesantren salaf

Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salaf.  Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka, bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari sholat tahajud sebelum shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustaz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.
2.              Pesantren Modern
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak. Ada juga jenis pesantren semimodern yang masih mempertahankan kesalafannya dan memasukkan kurikulum modern di pesantren tersebut.
C.     Etika
Di beberapa  literatur, etika kerap dimasukan ke dalam aksiologi, yaitu dideretkan dengan estetika. Etika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma, dan adat istiadat manusia. Etika dalam buku Etika Dasar, yang ditulis oleh Fran Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Pandangan-pandangan moral sebagaimana telah di jelaskan di atas adalah norma-norma, adat-istiadat manusia. Di sisi yang lain etika berbeda dengan norma, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, tetapi sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia lakukan. Dalam perkembangan sejarah dikenal empat teori etika, salah satunya ialah hedonis dan ulitarisme. Dalam bentuk jamak istilah ini menjadi ta etha yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan, secara terminologi, etika memiliki tiga makna: (a) etika sebagai kumpulan nilai-nilai atau asas tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak; (b) etika sebagai nilai-nilai benar salah, baik buruk yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat; (c) etika sebagai ilmu pengetahuan tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral.
D.    Nilai
Setiap manusia tentu melakukan suatu aktivitas dan tindakan untuk mencapai tujuan yang ia harapkan. Pada kenyataannya tidak sedikit orang yang melakukan segala tindakan untuk mencapai tujuannya, baik itu berupa tindakan baik maupun tindakan buruk. Yang terpenting ia mampu mencapai tujuan yang ia harapkan. Dalam hal ini, perlu adanya suatu patokan atau tolak ukur untuk mengatur tindakan manusia. Antara norma dengan nilai itu saling berkaitan, yang mana dalam nilai terdapat norma dan aturan yang berfungsi sebagai pedoman untuk menentukan baik atau buruknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Namun, sebelum membahas terlalu jauh mengenai nilai-nilai yang ada di masyarakat, organisasi maupun pendidikan terlebih dahulu harus memhami apa itu nilai. Dengan begitu kedepannya kita dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk dari nilai.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Misalkan kita mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah. Berarti kita melakukan penilaian terhadap suatu objek. Baik dan indah adalah contoh nilai. Manusia memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu dikatakan adil, baik, cantik, anggun, dan sebagainya.
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pertama mengatakan bahwa nilai objektif. Sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif. Menurut aliran idealisme, nilai itu objekti, ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut  juga aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada objek yang menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai daripada emas bagi orang yang kehausan di tengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernilai bagi orang seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif. Aliran ini disebut aliran subjektif.
Di luar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran subjektivisme dan objektivisme. Contoh nilai adalah keindahan, keadilan, kemanusiaan, kesejahteraan, kerifan. Keanggunan, kerapian, keselamatan, dan sebagainya.
E.     Norma sebagai perwujudan dari nilai
Nilai penting bagi kehidupan manusia, sebab nilai yang bersifat normatif dan menjadi motivator tindakan manusia. Namun demikia, nilai belum dapat berfungsi secara praktis sebagai  penuntun perilaku manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih bersifat abstrak sehingga butuh konkretisasi atas nilai tersebut. Contohnya, manusia mendambakan keselamatan, tetapi apa yang harus dilakukan manusia agar terwujud keselamatan? Akhirnya. Yang dibutuhkan manusia adalah semacam aturan atau tuntunan yang bisa mengarahkan manusia agar terwujud keselamatan.
Jadi, nilai belum dapat berfungsi praktis bagi manusia. Nilai perlu dikonkretasikan atau diwujudkan ke dalam norma. Nilai yang bersifat normatif dan berfungsi sebagai motivator tindakan manusia itu harus diimplementasikan dalam bentuk norma. Nornma meru[akan konkretasi dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai. Contohnya, ada norma yang berbunyi “dilarang membuang sampah sembarang” atau “buanglah sampah pada tempatnya”. Norma di atas berusaha mewujudakan nilai kebersihan. Dengan mengikuti norma tersebut, diharapkan kebersihan sebagai nilai dapat terwujudkan dalam kehidupan. Ada norma lain, misalnya yang berbunyi “dilarang merokok”. Norma tersebut dimaksudkan agar terwujud nilai kesehatan. Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita bukan nilai, tetapi norma atau kaidah.

F.                 Pendidikan Di Pondok Pesantren

Pondok pesantren sebagai bagian integral dari institusi pendidikan berbasis masyarakat merupakan sebuah komunitas yang memiliki tata nilai tersendiri. Di samping itu, pesantren mampu menciptakan tata tertib yang unik, dan berbeda dari lembaga pendidikan yang lain. Peran serta sebagai lembaga pendidikan yang luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air, telah banyak memberikan saham dalam pembentukan Indonesia religius.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berada di lingkungan masyarakat yang dilembagakan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan bercirikan keagamaan. Sebagaimana tercantum dalam peraturan pemerintah No. 37 tahun 1991 pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk menjalankan peranan yang menuntut penguasaan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
Pondok pesantren sebagai satuan pendidikan luar sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan mengandung beberapa subsistem yang saling berkaitan dengan tujuannya. Begitu pula pondok pesantren apabila dijadikan sebagai sistem pendidikan, maka harus memiliki subsistem tersebut. Kafrawi (1978) mengungkapkan bahwa pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia dan salah satu bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia. Lembaga dengan pola Kiai, Santri, dan Asrama telah dikenal dalam kisah dan cerita rakyat maupun sastra klasik Indonesia, khususnya di Pulau Jawa
Terdapat beberapa aspek yang layak mendapat perhatian mengenai pesantren sebagaimana yang diungkapkan oleh Raharjo (1995) bahwa; Pertama, pendidik bisa melakukan tuntunan dan pengawasan langsung, di sini ia menekankan aspek pengaruh sistem pondok dalam proses pendidikan. Kedua, ia melihat keakraban hubungan antara Santri dan Kiai, sehingga bisa memberikan pengetahuan yang hidup. Ketiga, ia melihat bahwa pesantren ternyata telah mampu mencetak orang-orang yang bisa memasuki semua lapangan pekerjaan yang bersifat merdeka. Keempat, ia tertarik pada cara hidup Kiai yang sederhana, tetapi penuh kesenangan dan kegembiraan dalam melihat penerangan bagi bangsa kita yang miskin. Kelima, Pesantren merupakan sistem pendidikan yang murah biaya penyelenggaraan pendidikannya untuk menyebarkan kecerdasan bangsa.


Ada beberapa keunggulan pesantren dibandingkan sekolah lainnya:
a.              Kurikulum yang lengkap
Umumnya pendidikan di pesanteren sekarang telah memadukan antara kurikulum umum dari Kementerian Pendidikan Nasional dan kurikulum ke-Islaman dari Kementerian Agama. Pesantren jenis ini dikenal dengan istilah Pesantren Modern. Berbeda dengan pesantren salafi yang murni mengajarkan masalah fiqih dan ibadah. Sekarang ini para pengelola pesantren semakin menyadari akan pentingnya pengetahuan umum sebagaimana diajarkan di sekolah-sekolan negeri dan sekolah umum lainnya.
Pendidikan di pesantren umumnya dilakukan selama enam tahun, yaitu sewaktu SLTP (MTs) dan SLTA (MA). Setelah selesai Madrasah Aliyah (MA), baru para siswa meneruskan ke perguruan tinggi. Mereka bisa mengambil jurusan ke-Islaman yang banyak ditawarkan Perguruan Tinggi Islam (UIN/IAIN) atau jurusan umum (tehnik, kedokteran, komputer, akutandi dll) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Dengan bekal pengetahuan ke-Islaman, para alumni pesantren ini justru mempunyai kelebihan tersendiri. Mereka bisa menjadikan nilai-nilai ke-Islaman sebagai pondasi dan rujukan dalam pengembangan ilmu yang mereka tekuni. Pola pikir seperti ini tidak dimiliki oleh mereka yang hanya dididik di  sekolah umum.
Sudah tentu menjadi kebanggaan tersendiri menyaksikan putra-putri kita yang telah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi terkemuka dan siap menekuni karier sebagai seorang professional, tetapi juga mampu mengembangkan pengertahuannya dengan merujuk pada ajaran Islam serta tetap menjaga ahlak Islami. Dengan demikian diharapkan akan lahir generasi penerus dan pemimpin umat yang cerdas dan profesional, sebagai  mengemban  tugas kekhalifahan  di  bumi ini.
b.             Kegiatan ekstra kurikuler
          Kelengkapan yang ditawarkan pesantren tidak hanya menyangkut kurikulum atau mata pelajaran yang dilakukan di kelas, tetapi juga pada kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan ekstra kurikuler ini terkait erat dengan pengembangan kepribadian dan berbagai ketrampilan lain yang sangat dibutuhkan guna menunjang kesuksesan masa depan anak.
Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang umumnya tersedia di pesantren antara lain: kegiatan olahraga (permainan, beladiri dll), kegiatan seni (teater,  musik,  vocal dll), baca Al-Qur’an, bahasa (Arab, Inggris, menulis dll), kepemimpinan (pidato/ceramah, organisasi, paskibraka, pramuka dll).
Dengan adanya berbagai kegiatan ekstra kulikuler  ini,  para orangtua tidak perlu lagi menyuruh anaknya untuk belajar mengaji di masjid, atau mengikuti kegiatan kursus di luar rumah, yang itu sering  dilakukan bila anak  sekolah di sekolah umum. Ibarat supermarket, pesantren telah menyediakan semua yang kita butuhkan. Kita tidak perlu lagi belanja di toko lain, karena pesantren menerapkan one stop service. Dijamin lebih murah, lebih efektif dan efisien.

c.          Pembinaan 24 jam
            Salah satu kelebihan pesantren karena adanya pembinaan selama 24 jam. Pihak pesantren telah mecancang jadwal aktivitas sedemikian rupa mulai dari bangun pagi hingga tidur di malam hari. Setiap anak tinggal mengikuti jadwal yang telah ditentukan, mulai dari jadwal belajar, bermain, ibadah, istirahat, makan dll.
Satu hal yang menyenangkan bahwa dalam semua kegiatan itu, seorang anak melakukannya bersama-sama dengan teman-temannya. Suasana itu  agak berbeda kalau anak sekolah di sekolah umum, yang hanya berlangsung  setengah hari, dimana interaksi anak dengan temannya sangat terbatas. Teman sewaktu sekolah, berbeda dengan teman dalam bermain setelah pulang dari sekolah.
Dengan adanya pengawasan selama 24 jam, diharapkan perkembangan kepribadian anak akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang hanya diawasi pada saat-saat tertentu atau malah terlepas sama sekali dari pengawasan orang tuanya.
Bagi orangtua yang tidak mampu mengawasi  keseharian putra-putrinya, tentu pendidikan di pesantren ini bisa menjadi salah satu alternatif. Lebih lagi bagi orang tua yang semuanya (suami-sitri) bekerja, sehingga nyaris tak mempunyai waktu untuk mengaswasi putra-putrinya. Andaikan seorang istri tidak bekerja dan tetap berada di rumah, belum tentu juga  bisa mengawasi anaknya. Sebab, kita tidak tahu apa yang dilakukan anak-anak  saat bermain di luar rumah.
Dengan pengawasan yang intensif melalui para pembina di pesantren, diharapkan anak-anak kita terhindar dari perilaku negatif yang sering terjadi di kalangan pelajar. Kita sering mendengar terjadinya tawuran pelajar, pergaulan bebas dan pornografi, penggunaan narkoba dan rokok, dan berbagai tindak negatif lainnya.
d.             Lebih praktis dan efisien
                                                Pendidikan anak menjadi tanggung jawab dan kewajiban setiap orang tua. Agar kewajiban itu bisa terlaksana dengan baik, tidak salah kalau orang tua memanfaatkan jasa dari para ahli yang memang fokus di bidang tersebut.  Terlebih bagi orang tua yang memang kondisinya tidak memungkinkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab itu dengan baik, misalkan karena suami-istri  terpaksa harus bekerja.
Pendidikan di pesantren merupakan salah satu pilihan tepat sekaligus lebih praktis dan relatif lebih efisien dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi generasi muda kita. Dikatakan praktis karena semuanya sudah tersedia  dalam kualitas dan kuantitas yang memadai. Dan, anak didik juga tidak perlu terlalu repot untuk menyediakan waktu khusus guna mencari tambahan ilmu di lembaga atau komunitas lain. Pihak pesantren sudah menyediakan semuanya.


Karena lebih prakstis, tentunya lebih efisien baik dari segi waktu maupun biaya. Sebab, apa yang kita bayar ke pesantren setiap bulannya, sudah mencakup biaya pendidikan, asrama, makan, dan berbagai biaya lainnya. Sudah tentu dibutuhkan kejelian dari setiap orangtua dalam memilih pesantren, agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.


























BAB III
PENUTUP
A.            Kesimpulan
1.                  Manusia hidup bermasyarakat penuh dengan pelaksanaan norma-norma yang tidak tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Norma yang ada mengandunng sebuah nilai ajaran yang diagungkan dan diakui bersama.
2.                  Sumber dari nilai yang ada di masyarakat hanya berasal dari Tuhan dan manusia. Dimana konsekuensi dari nilai yang bersumber pada ilahiah/ketuhanan adalah kembalinya manusia  pada Tuhannya setelah mati kelak. Karena sebuah keyakinan akan adanya kehidupan kedua setelah di dunia yaitu manusia yang baik ketika hidup di dunia akan masuk syurga dan yang tidak baik akan masuk neraka.
3.                  Sedangkan nilai yang bersumber pada manusia bersumber pada filsafat hidup manusia itu sendiri, Undan-undang atau peraturan tertulis yang ada dalam sebuah negara dan adat istiadat budaya dalam masing-masing lingkungan masyarakat dimana mereka berasal dan dimana sekarang mereka bertempat tinggal.
4.                  Norma yang digunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupan di dunia seyogyanya merupakan usaha pelestarian daur hidup manusia.
5.                  Lembaga pendidikan pesantren dengan segala keunikan, kelebihan dan kekurangannya merupakan sebuah alternatif penanaman dan pembudayaan karakter bangsa yang beragama dalam proses pendidikan anak pada masa sekarang ini.
B.       Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan disana-sini. Dan mengharapkan saran, masukan, dan kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca yang bisa sebagai referensi atau instropeksi membangun sebuah makalah sebagai bahan rujukan bersama.
Jangan bosan untuk selalu berproses dan berproses.

C.      Bahasan terhadap pertanyaan pada saat presentasi :

1.                 Sri Kuswandari
Pertanyaan :
Bagaimanakah jawaban kita bila ada sebagian orang yang kurang sependapant dengan sistem pendidikan di Pondok Pesantren dan cenderung berpendapat kita menjadi orang tua yang tidak baik bila menyekolahkan anak kita pada lembaga pesantren, karena anak menjadi kurang perhatian dan kasih sayang  ?
Jawaban.
Jawaban singkat yang perlu kita sampaikan pada mereka. Karena kita terlalu cinta pada anak-anak kita, maka kita memasukan anak ke lembaga pesantren karena pesantren terbukti mampu menyiapkan manusia dewasa yang siap menghadapi perkembangan dunia teknologi dan globalisasi maka dengan membekali santridengan mental anak yang mandiri dan berakhlak Qur’ani agar mampu eksis dan survive pada masanya kelak.
2.                Andriyani
Apa hubungan antara filsafat dan agama?
Dengan sedikitnya pengetahuan penulis maka penulis berusaha menjawabnya.
Filsafat dan agama bisa dikatakan seperti saudara kembar, seperti sekeping uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Filsafat adalah pengejawantahan akan dalil agama yang sama-sama mencari kebenaran yang Hakiki. Dengan dorongan filsafat banyak hal yang awalnya dianggap tidak masuk akal dan hanya khusus diperuntukkan untuk nabi saja, mulai terkuak perlahan-lahan. Satu contoh peristiwa Isro dan Mi’rot, sekarang dengan perkembangan ilmu pengetahuan jarak yang jauh mulai dapat didekatkan dengan alat transportasi atau media elektronik dan itu terus berkembang. Ini bila filsafat dianggap sebagai induk sebagian ilmu pengetahuan. Masih banyak contoh lain yang menyingkap dibalik kemukjizatan Al-Qur’an yang mulai sedikit-demi sedikit dapat diterima akal manusia yang jernih. Dengan belajar filsafat sesorang tidak akan menjauhi agama tetapi tambah mempertebal keyakinanan akan kebenaran adanya Tuhan.









DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dkk. 2007.  Ilmu dan Aplikasi pendidikan. Bandung : Pedagogiana Press.
Gandi, Wangsa tegu. 2011.  Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : Arus Media.
Kafrawi. 1978. Pembaharuan Sistim Pendidikan Pondok Pesantren. Jakarta : Cemara Indah
Q-Anees Bambang, Hambali Adang. 2008.  Pendidikan Kalakter Berbasis Al-Quran.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Rahardjo, M. Dawam. 1995. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta : LP3ES
Suparno, Paul Dkk. 2002. Reformasi Pendidikan ; Sebuah Rekomendasi. Jogjakarta:Kanisius
Suseno, Frans Magnis. 2002.  Etika Dasar ; Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Jogjakarta : Kanisius.
Tafsir, Ahmad. 1995. Epistomologi. Untuk Ilmu Pendidikan Islam. Bandung : FAK.Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati
Wahid, Abdurrohman. 1979. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta : PT Dharma Bhakti
Zaini, A.Wahid. 1994. Dunia Pemikiran Kaum Santri. Yogyakarta : PT. Kurnia Kalam Semesta
Referensi dari internet
http://suarawarganegara.wordpress.com/2013/08/22/kembali-ke-pesantren/  19 Desember
         2013 jam 14.00


0 comments:

Post a Comment